Harga minyak kelapa sawit yang melambung tinggi sekarang ini,
mendorong para peneliti IPB untuk berkontribusi dalam memikirkan
permasalahan ini. Salah satu usahanya yaitu dengan kembali memanfaatkan
kelapa sebagai sumber minyak goreng. Adapun Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc,
pakar sekaligus Dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB,
membuat minyak kelapa hemat energi. Caranya pun mudah, laki-laki ini
hanya menambahkan ragi roti dalam salah satu proses pembuatannya.
Secara
tradisional, masyarakat mengolah kelapa menjadi minyak melalui tahapan
pemanasan yang relatif lama. Hal ini berimbas kepada pemborosan
penggunaan bahan bakar serta minyak yang dihasilkan cepat mengalami
ketengikan. Maka dibuatlah minyak goreng hemat energi sebagai alternatif
bagi masyarakat di pedesaan terutama pemilik kebun kelapa.
Banyak
sekali kelebihan dari minyak kelapa hemat energi ini. Seperti misalnya,
tidak gampang tengik, mempunyai aroma yang harum, cara pembuatan yang
cepat dan mudah, serta lebih sehat bila dibandingkan dengan minyak
kelapa sawit. Hal ini terungkap saat dilakukan wawancara langsung dengan
Dr. Sugiyono di Kampus IPB Darmaga Bogor (20/7).
"Karena hanya
dipanaskan selama 10-15 menit, maka minyak yang dihasilkan tidak gampang
tengik, selain itu, dia mempunyai aroma yang khas. Selain tidak
membutuhkan pemanasan yang lama, minyak kelapa lebih sehat daripada
minyak sawit, kenapa?karena minyak kelapa mempunyai rantai Asam Lemak
Laurat yang lebih pendek sehingga lebih mudah untuk di metabolisme."
Ujarnya dihadapan beberapa wartawan baik elektronik maupun cetak.
Menurutnya,
pembuatan minyak kelapa ini akan lebih banyak membantu petani yang
punya kelapa di kebunnya, daripada hasil kelapanya dijual ke pasar
dengan harga per butirnya 200-300 rupiah saja, maka akan lebih mempunyai
nilai tambah apabila masyarakat desa bisa membuat minyak kelapa hemat
energi ini. Bandingkan saja, untuk membuat 1 liter minyak kelapa ini,
hanya dibutuhkan sekitar 20 butir kelapa kecil. Berarti, modal awal
hanya 6000-7000 rupiah sedangkan harga minyak di pasaran berkisar 9000
rupiah.
Sementara itu, cara pembuatannya pun tergolong mudah.
Yaitu, daging buah kelapa diparut untuk diambil santannya. Setelah itu
santan yang diperoleh dibiarkan selama 1 jam sehingga terbentuk 3
lapisan yaitu lapisan atas berupa minyak, lapisan tengah berupa protein
dan lapisan bawah yang isinya air. Kemudian lapisan atas dan lapisan
tengah diambil sedangkan lapisan bawah dibuang.
Selanjutnya,
campuran lapisan atas dan lapisan tengah ditambahkan dengan ragi roti
sebanyak 1.5 gram atau satu sendok teh untuk setiap 1 kg kelapa parut
lalu diaduk. Campuran dibiarkan selama 5-6 jam (proses ini disebut
pemeraman atau peragian). Setelah terbentuk 3 lapisan seperti diatas,
proses kemudian dilanjutkan dengan memanaskan 2 lapisan atas yaitu
lapisan minyak dan lapisan proteinnya selama 10 menit.
Dalam
pemanasan ini, terjadi penguapan air dan protein menggumpal (disebut
galendo). Lalu minyak disaring dan galendo diperas. Untuk meminimalkan
air yang masih terkandung didalamnya, minyak dapat dipanaskan lagi
selama 5 menit.
Masih ada satu keuntungan lagi yaitu, lapisan
bawah hasil pemeraman yang berupa air dapat digunakan kembali sebagai
sumber ragi untuk proses pembuatan minyak berikutnya. Menurut Sugiyono,
air ini hanya dapat digunakan sebanyak 4 kali, setelah itu sudah tidak
dapat dikompromikan lagi.
"Proses ini menghasilkan minyak
sebanyak 15 % dari berat kelapa parut yang diolah. Dan minyak yang
dihasilkan sudah memenuhi standar mutu minyak goreng Indonesia."
Tambahnya.
Versi lainnya
Minyak kelapa
merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada
daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan
sebagai bahan baku industri, atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa
dapat diekstrak dari daging kelapa segar, atau diekstrak dari daging
kelapa yang telah dikeringkan (kopra). Untuk industri kecil yang
terbatas kemampuan permodalannya, disarankan mengekstrak minyak dari
daging buah kelapa segar. Cara ini mudah dilakukan dan tidak banyak
memerlukan biaya. Kelemahannya adalah lebih rendahnya rendemen yang
diperoleh.
A. Santan Kelapa
Santan kelapa merupakan
cairan hasil ekstraksi dari kelapa parut dengan menggunakan air. Bila
santan didiamkan, secara pelan-pelan akan terjadi pemisahan bagian yang
kaya dengan minyak dengan bagian yang miskin dengan minyak. Bagian yang
kaya dengan minyak disebut sebagai krim, dan bagian yang miskin dengan
minyak disebut dengan skim. Krim lebih ringan dibanding skim, karena itu
krim berada pada bagian atas, dan skim pada bagian bawah.
B. Prinsip Pengolahan
Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu:
1) Cara basah
2) Cara pres
3) Cara ekstraksi pelarut
1) Cara Basah
Cara
ini relatif sederhana. Daging buah diparut, kemudian ditambah air dan
diperas sehingga mengeluarkan santan. Setelah itu dilakukan pemisahan
minyak pada santan. Pemisahan minyak tersebut dapat dilakukan dengan
pemanasan, atau sentrifugasi.
Pada pemanasan, santan dipanaskan
sehingga airnya menguap dan padatan akan menggumpal. Gumpalan padatan
ini disebut blando. Minyak dipisahkan dari blando dengan cara
penyaringan. Blando masih banyak mengandung minyak. Minyak ini dicampur
dengan minyak sebelumnya. Cara basah ini dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang biasa terdapat di dapur keluarga.
Pada
sentrifugasi, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan
3000-3500 rpm. Sehingga terjadi pemisahan fraksi kaya minyak (krim) dari
fraksi miskin minyak (skim). Selanjutnya krim diasamkan, kemudian
diberi perlakuan sentrifugasi sekali lagi untuk memisahkan minyak dari
bagian bukan minyak.
Pemisahan minyak dapat juga dilakukan dengan
kombinasi pemanasan dan sentrifugasi. Santan diberi perlakuan
sentrifugasi untuk memisahkan krim. Setelah itu krim dipanaskan untuk
menggumpalkan padatan bukan minyak. Minyak dipisahkan dari bagian bukan
minyak dengan cara sentrifugasi.
Minyak yang diperoleh disaring untuk memperoleh menyak yang bersih dan jernih.
1. Cara Basah Tradisional.
Cara
basah tradisional ini sangat sederhana dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang biasa terdapat pada dapur keluarga. Pada cara
ini, mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Kemudian
santan dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan
minyak yang disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak. Terakhir,
blondo diperas untuk mengeluarkan sisa minyak.
2. Cara Basah Fermentasi.
Cara
basah fermentasi agak berbeda dari cara basah tradisional. Pada cara
basah fermentasi, santan didiamkan untuk memisahkan skim dari krim.
Selanjutnya krim difermentasi untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan
minyak (terutama protein) dari minyak pada waktu pemanasan. Mikroba
yang berkembang selama fermentasi, terutama mikroba penghasil asam. Asam
yang dihasilkan menyebabkan protein santan mengalami penggumpalan dan
mudah dipisahkan pada saat pemanasan.
3. Cara Basah Lava Process.
Cara
basah lava process agak mirip dengan cara basah fermentasi. Pada cara
ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi agar terjadi pemisahan skim
dari krim. Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam asetat,
sitrat, atau HCI sampai pH4. Setelah itu santan dipanaskan dan
diperlakukan seperti cara basah tradisional atau cara basah fermentasi.
Skim santan diolah menjadi konsentrat protein berupa butiran atau
tepung.
4. Cara Basah "Kraussmaffei Process".
Pada cara
basah ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi, sehingga terjadi
pemisahan skim dari krim. Selanjutnya krim dipanaskan untuk
menggumpalkan padatannya. Setelah itu diberi perlakuan sentrifugasi
sehingga minyak dapat dipisahkan dari gumpalan padatan. Padatan hasil
sentrifugasi dipisahkan dari minyak dan dipres untuk mengeluarkan sisa
minyaknya. Selanjutnya, minyak disaring untuk menghilangkan kotoran dan
padatan. Skim santan diolah menjadi tepung kelapa dan madu kelapa.
Setelah fermentasi, krim diolah seperti pengolahah cara basah
tradisional.
2) Cara Pres.
Cara pres dilakukan terhadap
daging buah kelapa kering (kopra). Proses ini memerlukan investasi yang
cukup besar untuk pembelian alat dan mesin. Uraian ringkas cara pres ini
adalah sebagai berikut:
1. Kopra dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk kasar.
2.
Serbuk kopra dipanaskan, kemudian dipres sehingga mengeluarkan minyak.
Ampas yang dihasilkan masih mengandung minyak. Ampas digiling sampai
halus, kemudian dipanaskan dan dipres untuk mengeluarkan minyaknya.
3. Minyak yang terkumpul diendapkan dan disaring.
4. Minyak hasil penyaringan diberi perlakuan berikut:
-Penambahan senyawa alkali (KOH atau NaOH) untuk netralisasi (menghilangkan asam lemak bebas).
-Penambahan bahan penyerap (absorben) warna, biasanya menggunakan arang aktif agar dihasilkan minyak yang jernih dan bening.
-Pengaliran
uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan menghilangkan
senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang tidak dikehendaki.
5. Minyak yang telah bersih, jernih, dan tidak berbau dikemas di dalam kotak kaleng, botol plastik atau botol kaca.
3) Cara Ekstraksi Pelarut.
Cara
ini menggunakan cairan pelarut (selanjutnya disebut pelarut saja) yang
dapat melarutkan minyak. Pelarut yang digunakan bertitik didih rendah,
mudah menguap, tidak berinteraksi secara kimia dengan minyak dan
residunya tidak beracun. Walaupun cara ini cukup sederhana, tapi jarang
digunakan karena biayanya relatif mahal. Uraian ringkas cara ekstraksi
pelarut ini adalah sebagai berikut:
1. Kopra dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk.
2.
Serbuk kopra ditempatkan pada ruang ekstraksi, sedangkan pelarut pada
ruang penguapan. Kemudian pelarut dipanaskan sampai menguap. Uap pelarut
akan naik ke ruang kondensasi. Kondensat (uap pelarut yang mencair)
akan mengalir ke ruang ekstraksi dan melarutkan lemak serbuk kopra. Jika
ruang ekstraksi telah penuh dengan pelarut, pelarut yang mengandung
minyak akan mengalir (jatuh) dengan sendirinya menuju ruang penguapan
semula.
3. Di ruang penguapan, pelarut yang mengandung minyak
akan menguap, sedangkan minyak tetap berada di ruang penguapan. Proses
ini berlangsung terus menerus sampai 3 jam.
4. Pelarut yang
mengandung minyak diuapkan. Uap yang terkondensasi pada kondensat tidak
dikembalikan lagi ke ruang penguapan, tapi dialirkan ke tempat
penampungan pelarut. Pelarut ini dapat digunakan lagi untuk ekstraksi.
penguapan ini dilakukan sampai diperkirakan tidak ada lagi residu
pelarut pada minyak.
5. Selanjutnya, minyak dapat diberi
perlakuan netralisasi, pemutihan dan penghilangan bau. Pada pengolahan
minyak yang akan diterangkan di bawah ini dipilihkan cara basah
fermentasi karena biayanya cukup murah dan dapat dilakukan dengan mudah.
C. BAHAN
1) Kelapa
2) Ragi tapai
D. PERALATAN
1.
Mesin parut. Mesin ini digunakan untuk memarut daging buah kelapa.
Mesin ini mempunyai konstruksi yang sederhana, relatif murah, mudah
dioperasikan dan mudah dirawat. Mesin ini biasa digunakan oleh pedagang
kelapa yang menyediakan jasa pemarutan kelapa di pasar-pasar.
2.
Alat pemeras santan. Alat ini digunakan untuk memera santan dari kelapa
parut. Alat ini dibuat dari dongkrak hidrolik, kemudian dirakit.
3.
Wadah pemisah skim. Wadah ini digunakan untuk memisahkan skim dari krim
santan. Dianjurkan menggunakan wadah yang tembus cahaya agar pemisahan
skim dari krim dapat diamati. Untuk itu dapat digunakan botol air minum
kemasan galon.
4. Tungku. Tungku digunakan untuk memanaskan krim sehingga terjadi pemisahan minyak dari bagian bukan minyak.
E. CARA PEMBUATAN
1.
Daging buah kelapa diparut. Hasil parutan (kelapa parut) dipres
sehingga mengeluarkan santan. Ampas ditambah dengan air (ampas : air = 1
: 0,2) kemudian dipres lagi. Proses ini diulangi sampai 5 kali. Santan
yang diperoleh dari tiap kali pengepresan dicampur menjadi satu.
2.
Santan dimasukkan ke dalam wadah pemisah skim selama 12 jam. Setelah
terjadi pemisahan, kran saluran pengeluaran dari wadah pemisah dibuka
sehingga skim mengalir keluar dan menyisakan krim. Kemudian krim ini
dikeluarkan dan ditampung pada wadah terpisah dari skim.
3. Krim
dicampur dengan ragi tapai (krim : ragi tapai = 1 : 0,005, atau 0,05%).
Selanjutnya, krim ini dibiarkan selama 20-24 jam sehingga terjadi proses
fermentasi oleh mikroba yang terdapat pada ragi tapai.
4. Krim
yang telah mengalami fermentasi dipanaskan sampai airnya menguap dan
proteinnya menggumpal. Gumpalan protein ini disebut blondo. Pemanasan
ini biasanya berlangsung selama 15 menit.
5. Blondo yang
mengapung di atas minyak dipisahkan kemudian dipres sehingga
mengeluarkan minyak. Minyak ini dicampurkan dengan minyak sebelumnya,
kemudian dipanaskan lagi selama 5 menit.
6. Minyak yang diperoleh disaring dengan kain kasa berlapis 4. Kemudian minyak diberi BHT (200 mg per kg minyak).
7. Minyak dikemas dengan kotak kaleng, botol kaca atau botol plastik.